Oleh: Agus Riyanto | 21 April 2012

HABIS GELAP TERBITLAH TERANG (3)


Yakinlah kegelapan itu hanya sementara...

Di sekolah formal kita jarang diajarkan mengatasi hantu-hantu tersebut (baca artikel: Habis Gelap Terbitlah Terang [2]) karena memang tidak ada pelajaran tentang perhantuan. Bukan hantu dalam arti sebenarnya, namun lebih pada hantu yang membuat hidup kita ketakutan dan prestasinya menurun.

Dari sekian banyak aspek yang harus kita pelajari sebagai bekal hidup, hanya aspek akademik yang dominan. Cap sebagai “anak bodoh” pun bisa kita sandang jika nilai akademik kita di bawah rata-rata. Itu justru membuat pikiran kita semakin dipenuhi hantu.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Bill Gould, seorang ahli Transformational Thinking, “Sekolah tidak pernah mengajarkan kita bagaimana kita berpikir. Sekolah hanya mengajarkan kita apa yang dipikirkan”. Sehingga setumpuk tugas, materi ulangan, dan ujianlah yang menjadi fokus pikiran kita. Hanya sedikit yang bisa menerapkan bekal akademik untuk menghadapi tantangan dan persaingan di dunia nyata yang semakin rumit. Hanya beberapa guru saja yang mengajarkan kita wisdom dari pengalaman hidupnya tentang apa yang harus dipersiapkan dan dilakukan untuk menghadapi masa depan yang semakin penuh persaingan—selain bekal akademik. Sementara sebagian besar guru yang kita kenal hanya mengajarkan teori-teori dari buku pegangan wajib mereka, dan sayangnya teori-teori yang kadang membuat kita pusing tujuh keliling tersebut tidak pernah kita pakai atau bahkan telah kita lupakan sehari setelah ujian akhir atau begitu kita lulus sekolah/kuliah. Tidak semua teori yang kita pelajari di bangku sekolah bisa kita terapkan di dunia nyata, kecuali kita bekerja sesuai dengan disiplin ilmu teori tersebut.

Kita akhirnya belajar menghadapi kesulitan dan menemukan solusi secara otodidak. Rumus-rumus rumit yang diajarkan di sekolah belum tentu bisa kita aplikasikan. Ini tidak mudah karena kadang harus membayar mahal baik biaya, waktu, maupun pikiran. Kita harus menemukan wisdom sendiri.

Untuk itu, kita harus rela mencari dukun sakti untuk mengusir hantu-hantu rohani yang gentayangan tersebut menggunakan energi jimat berupa:

1. Terlalu pasrah dilawan dengan memperbaiki ikhtiar.

Diam saja dan menganggap penderitaan kita sebagai nasib yang permanen bukanlah sikap seorang yang ingin bahagia. Tuhan telah mewahyukan bahwa Dia tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga kaum tersebut mengubah keadaannya sendiri. Itu mengilhamkan kita agar jangan berhenti berikhtiar. Jika di masa lalu usaha kita belum bisa merubah nasib, berarti kita harus menyempurnakan ikhtiar dengan lebih keras, lebih cerdas, dan lebih efektif.

2. Pesimis kita lawan dengan optimis.

Dengan sikap optimis kita memiliki keyakinan bahwa usaha kita akan membuahkan hasil. Meskipun bukan langsung berupa materi, bisa saja berupa ilmu, pengalaman, pemahaman, dan keterampilan baru yang semua itu akan bermanfaat di masa depan. Selalu optimis akan melahirkan harapan yang positif. Sesulit apa pun keadaan saat ini, jika kita optimis proses kreatif akan bisa kita ciptakan. Kita akan bisa melihat peluang-peluang bermunculan. Kita tiba-tiba bisa menyalakan lampu di kepala kita, dan gelap pun sirna.

3. Mudah putus asa kita lawan dengan konsisten.

Konsisten adalah teguh pendirian. Tidak berhenti di tengah jalan. Tetap menjalankan apa yang seharusnya dilaksanakan. Istiqomah, atau melakukan tindakan secara kontinyu . Ini akan melahirkan determinasi yang membuat kegagalan tidak menghentikan ikhtiar kita dalam meraih kebahagian. Lautan akan kuseberangi, dan gunung pun kudaki… Demikian gambaran determinasi orang yang konsisten dalam berjuang.

4. Malas kita lawan dengan disiplin.

Disiplin sangat penting diterapkan dalam segala hal. Disiplin adalah kunci keberhasilan. Bangsa yang besar di dunia ini terkenal prestasinya karena rakyatnya disiplin. Disiplin membuat kita tetap di jalur yang benar. Target-target besar bisa dicapai dengan penerapan disiplin tinggi. Suatu latihan dengan disiplin yang ketat akan membuahkan hasil yang memuaskan.

Setelah hantu-hantu rohani itu lari terbirit-birit, baru bisa diharapkan munculnya cahaya penerang berupa kreatifitas. Kreatifitas ini akan menyalakan lampu di kepala kita. Habis gelap akhirnya terbitlah terang.

Menurut Mihaly Csikszentmihalyi, ahli psikologi dari University of Chicago, prestasi kreatif bergantung pada totalitas hati dan pikiran.

Ya, benar sekali… Totalitas hati dan pikiran tersebut akan melahirkan perasaan cinta pada pekerjaan yang kita lakukan. Cinta itu akan melahirkan kebahagiaan. Tidak ada lagi suram atau gelapnya masa kini dan masa depan, karena habis gelap pasti terbitlah terang.

***

Cemerlangnya bintang karena adanya kegelapan, cemerlangnya manusia karena adanya kesulitan.

~ Anonim


Tanggapan

  1. Tulisan ini memberi saya pencerahan dan sangat bermanfaat..syukron:)

  2. Terimakasih..artikelnya sangat bermanfaat dan memberi pencerahan dalam pola pikir saya menjalani hidup ini.


Tinggalkan komentar

Kategori